PIMPINAN WILAYAH
PEMUDA MUSLIMIN INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN 2014 - 2018
~Isy Kariman Aumut Syahidan~

Mari Berqurban Dengan Airmata

[26.09.2015] Gema takbir membahana, suara serak yang melantunkannya menyiratkan kegembiraan yang begitu mengharu biru. Cerahnya pagi disambut dengan rombongan orang ibarat kafilah dagang berbondong-bondong menuju ke tempat pelaksanaan sholat Idul Adha’ dan tempat penyembelihan hewan kurban. Langkah diiringi dengan berbagai macam harapan.

Harapan akan mendapatkan sekilo-dua kilo pembagian hewan kurban, impian untuk ketemu dengan orang terkasih, khayalan untuk mendapat pehatian lebih karena nama disebut sebagai penyumbang hewan kurban, sampai keinginan untuk sekedar menunjukkan bahwa baju yang dipakainya lebih elite dari baju orang lain.

Takbir, tahlil dan tahmid diaplikasikan dengan teriakan garang di tengah malam sambil melakukan arak-arakan yang memekakkan telinga orang dengan deru kendaraan yang ditumpangi, juga membuat orang harus menutup hidung untuk menjaga paru-parunya dari semburan asap knalpot kendaraan.

Bahkan lebih parah lagi, pengguna jalan yang lain dipaksa minggir dan memberi jalan karena mereka adalah rombongan yang mengatasnamakan Tuhan. Merekalah arak-arakan kebenaran, mereka para pendukung kebenaran, mereka para pentaskih kesucian.

Sakralnya silaturahmi, berkahnya jabatan tangan, diterjyemahkan dengan mengulurkan tangan kepada para fakir miskin dibawah sorotan blitz kamera para wartawan, ungkapan kesedihan melihat kemiskinan material yang membelit orang lain, dilakukan di depan corong radio yang merilay secara langsung.

Padahal, ibadah qurban adalah ungkapan rasa syukur ke hadirat Ilahi rabbi. Ungkapan terima kasih tak berhingga atas nikmat yang tak terhingga pula. Al Quran surah al Kautsar ayat 1 dan 2 mengingatkan “Sesungguhnya Kami telah memberi kamu nikmat yang banyak, karena itu dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.”

Berqurban bukanlah sebuah proklamasi akan kehebatan dan ketinggian prestasi, berqurban justru bermakna sebaliknya, sebagai sebentuk ungkapan ketundukan –ibadah, sebagaimana layaknya sholat. Namun qurbah diutarakan melalui keikhlasan untuk berbagi dengan sesama.

Jangan sampai air mata diteteskan hanya penuh kepura-puraan ibarat turut merasakan kesulitan ekonomi yang dirasakan orang lain.

Sesungguhnya ada yang lebih patut dilakukan selain sekedar membagi hewan qurban, meneriakkan takbir, tahlil dan tahmid dari atas mimbar atau meneteskan air mata kepura-puraan di bawah sorotan kamera.

Sebuah tindakan yang mungkin tidak begitu berarti bagi sebagian kita, bahkan terasa lucu. Tindakan itu adalah menangis, meneteskan air mata. Tapi ini bukan menangisi kemiskinan material yang membelit keseharian, bukan menangisi pangkat, harta dan jabatan.

Kita sepatutnya menangis demi sebuah kemiskinan iman dan kesadaran akan hakekat kehidupan dan kemanusiaan. Kita sepantasnya menangisi derajat taqwa yang selama ini hanya menyadi impian --itu kalau sempat. Padahal taqwa adalah kunci dari qurban.

Ketika menceritakan kisah tentang pengorbanan dua putra Nabi Adam as. –Habil dan Qabil, maka Al Quran surat al-Maaidah ayat 27 menegaskan bahwa Allah hanya akan menerima qurban mereka yang bertaqwa.

Dan ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): ‘Aku pasti membunuhmu!’. Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.”

Maka, menangisi ketiadaan iman dan taqwa dalam prosesi ibadah qurban, adalah tindakan pengorbanan yang sebenar-benarnya berkorban, inilah kurban hakiki. Yang dibutuhkan bukan cuma kurban sapi atau kambing yang disembelih demi nama besar.

Yang dibutuhkan adalah cucuran air mata yang mengalir mengiringi doa-doa keselamatan yang dilantunkan untuk para musthad’afien dari hati yang tulus dan ikhlas, sehingga setiap butirnya mewakili cucuran keberkatan rahmat ilahi.

Qurban sendiri berasal dari bahasa arab: qarraba, yuqarribu, qurbaanan yang artinya berhampir atau mendekatkan diri kepada Allah swt. Menangis atas kelalaian dalam prosesi qurban adalah ungkapan penyesalan, upaya mengikhlaskan dan membersihkan diri dari anasir riya dan kepalsuan niat.

Dalam surah al Baqarah ayat 222, Allah mengisyaratkan, “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang banyak bertaubat dan memelihara kesucian dirinya.” Maka qurban akan menjadi wasilah bagi kian dekatnya diri dengan Allah bila diiringi dengan taubat dan keterjagaan kesucian, baik lahir maupun batin.

Maka, mari berqurban dengan ikhlas dan redha hati, dan jangan segan untuk meneterskan air mata, sebab hati yang kerontang butuh dibasuh dengan air mata ketulusan. Bersihkan penglihatan kita dari debu-debu hasrat duniawi yang menggoda. Luruskan hati,qurban itu ibadah, maka ikhlaslah, ikhlaslah, iklaslah, “mukhlisiina lahud diin”....


Muhammad Kasman | twitter: @KasmanMcTutu | surel: kasmanku@gmail.com | pin bbm: 321ced75 | telp./sms/wa/line: 082293716538 | weblog: http://kasmanpost.blogspot.com
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : TurungkaNews | PB PemudaMuslim | KasmanPost
Copyright © 2015. Pemuda Muslimin Indonesia Sulsel - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger