[11.09.2015] Perkembangan media
informasi sudah demikian pesat, hal ini ditopang oleh perkembangan ilmu
pengetahuan yang diikuti dengan pengembangan teknologi informasi. Semakin mudah
kian murahnya akses internet juga berpengaruh bagi berkembangnya media, terutama
media daring yang muncul seperti cendawan di musim hujan.
Selain itu, semakin tingginya
tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi serta kian selektifnya
konsumen dalam menyaring informasi membuat pelaku bisnis media berlomba untuk
menjadi yang tercepat dalam menyajikan informasi secara akurat. Perkembangan
media menjadi kian dinamis.
Dua Sisi Watak Media
Di satu sisi, kemudahan
mendirikan media menjadi hal yang menggembirakan bagi gerakan dakwah dan proses
penyajian informasi yang sehat bagi masyarakat. Namun di sisi yang lain, ini
juga bisa menjadi bumerang dengan makin massifnya sosialisasi dan distribusi
informasi yang bersifat desas-desus, fitnah dan kebohongan.
Memahami watak berbahaya dari
media yang sedemikian, maka Lenin, bernah berucap, “Waspadalah terhadap
kekuatan pers!”. Dalam sejarahnya, media memang tidak pernah netral,
dirinya selalu menjadi aparatus ideologis dan bermetamorfosis menjadi ruang
publik yang sarat kepentingan.
Istilah ruang publik (public
sphere) menurut sosiolog dan filsuf Jerman, Jurgen Habermas mengacu pada
“ruang antara” negara dan pasar di mana segala sesuatu yang berkaitan dengan
kepentingan umum dan opini publik dibentuk dengan cara persuasi, konflik, dan
di dalamnya terjadi perebutan makna (contested meaning) untuk
memenangkan opini publik.
Selain menjadi aparat
pembentukan opini publik secara persuasif, pada titik kritis, media bahkan
menjadi senjata utama dalam perang pemikiran. Dalam konteks ini, penting
kiranya menyorot netralitas media bila dihubungkan dengan perkembangan media
menjadi industri besar. Maka tak salah ketika J.F. Kennedy, mendaku bahwa ia
lebih takut kepada seorang wartawan ketimbang seribu tentara.
Pada titik ini, media cenderung
menjadi kontraproduktif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan informasi
yang ingin mereka terima. Bahkan media menjadi alat propaganda untuk mematahkan
ide-ide kritis yang berkembang. Media menjelma menjadi ancaman bagi kehidupan
yang sehat dan susasana ‘komunikasi yang bebas dari penguasaan’.
Pola komunikasi yang tercipta
dalam media menjadi searah, dimana media menjadi pihak yang aktif mempengaruhi,
bahkan turut dalam membentuk karakter, perilaku, hingga gaya hidup seseorang.
Masyarakat terseret masuk ke sebuah ruang kehidupan yang oleh Michael J. Wolf
disebutnya sebagai entertainment
zone.
Zona ini merupakan sebuah
wilayah dimana kita tidak dibiarkan untuk memperhatikan lagi hal-hal lain
selain hiburan dan hiburan, sehingga dalam budaya pop sekarang ini, muncul
istilah all i wanna do is have
some fun (apa yang kuinginkan
cuma bersenang-senang). Pemikiran serius tentang hidup dan kehidupan tersingkir
dari ruang publik oleh media.
Media yang didukung dengan
teknologi informasi (information technology) terbaru, disinyalir oleh
filsuf kelahiran Ohio, Frederic Jameson menggeser nilai dasar kultur lokal
masyarakat berupa moralitas, keimanan atau makna luhur yang difahami secara
mendalam menjadi sebuah bangunan kultur yang mengglobal dengan warnanya yang
bersifat tidak punya kedalaman (depthlessness) sebuah konsentrasi pada
bentuk (style) dan permukaan (surface).
Media dan Islamophobia
Yang lebih memprihatinkan lagi
adalah ditetapkannya standar ganda pemberitaan oleh media barat, apabila hal
tersebut terkait dengan Islam. Mereka mengidap islamophobia yang dinampakkan
dalam bentuk pemberitaan minor dan penyimpangan fakta tentang Islam. Bahkan tak
segan memuat propaganda anti Islam melalui artikel dan karikatur-karikatur yang
mendiskreditkan.
Ini tantangan besar bagi
pembinaan generasi muda muslim, sebab pada saat yang sama, media melakukan
empat serangan telak sekaligus. Serangan pertama dengan strategi tasykik, membuat pendangkalan
atas makna suci ajaran Islam sehingga generasi muda Islam ragu akan
kebenaran-kebenaran Islam.
Serangan kedua adalah dengan
membuat generasi muda muslim tak lagi memiliki kebanggaan terhadap Islam,
bahkan mereka kemdian menjadi berpandangan negatif terhadap Islam, agama yang
mereka anut. Inilah strategi tasywih,
Islam dibuat menjadi begitu buruk di mata penganutnya sendiri.
Strategi ketiga yang mereka
tempuh adalah menonjolkan ajaran-ajaran syubhat, sehingga generasi muda muslim
tak lagi terlalu peduli dengan identitas keislaman. Ini disebut tadzwib, yaitu upaya
memampatkan jarak antara yang islami dengan yang tidak.
Cara yang terakhir adalah taghrib, bagaimana nilai-ilai
Islam dikuras habis dari sanubari generasi muda muslim, kemudian diisi dengan
nilai-nilai yang bertentangan dengan hakikat ajaran Islam. Maka tak
mengherankan, pada hari ini, menjadi sebuah pemandangan yang lumrah generasi
muda muslim, namun gaya hidupnya sangat jauh dari islam, bahkan sepertinya
alergi dengan segala hal yang berbau Islam.
Inilah yang disinyalir oleh
Allah swt., “Dan sungguh mereka itu telah membuat makar yang amat besar, dan
di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu
hampir-hampir dapat melenyapkan gunung-gunungpun (karena besarnya).” (Q.S.
14:46).
Kebutuhan Media Alternatif
Dalam perspektif Islam,
informasi yang benar dan jujur serta pemberitaan yang akurat tanpa tendensi
negatif hanya bisa diperoleh melalui orang-orang atau media yang layak
dipercaya. Ini berarti bahwa kehadiran media yang secara eksistensial
menempatkan diri untuk menyajikan informasi yang sedemikian, merupakan sebuah
keharusan.
Media alternatif ini diharapkan
mampu memberikan pemahaman pada kaum muslimin, terutama kaum muda muslim akan
berlangsungnya ‘perang’ pemikiran dan pertarungan kepentingan dengan
memanfaatkan media sebagai senjatanya. Hal ini menuntut adanya tertib
verifikasi untuk menjaga akurasi data dari sebuah informasi.
Allah swt. telah mengingatkan, “Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul
dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”
(Q.S 4:83).
Selain itu, media alternatif ini
juga dibutuhkan untuk menjadi sarana dakwah, dengan memberikan pemahaman kepada
umat akan peran strategis media dalam proses dakwah untuk membentuk kepribadian
umat. Sekaligus menyadarkan umat akan masih lemahnya media Islam saat ini,
sehingga membutuhkan dukungan dari semua komponen umat.
Dukungan terhadap kehadiran
media alternatif ini harus diwujudkan dalam kinerja yang profesional. Seperti
pengelolaan industri media yang mengedepankan kesejahteraan pelaku media, serta
menekankan pemberitaan yang berpihak bagi kepentingan dakwah dan pembangunan
generasi muda. Sehingga akan terwujud genersi muda muslim yang punya pemahaman
memadai akan Islam.
Yang tak kalah pentingnya adalah
melakukan regenerasi bagi pelaku media. Hal ini bisa dilakukan dengan
menggandeng organisasi kepemudaan muslim untuk meningkatkan kemampuan kaum muda
muslim dalam menyajikan pemikiran melalui mediu mtulisan, kapasitas untuk
mengelola media serta kemampuan untuk melakukan inovasi dalam dunia jurnalistik
sebagai sarana dakwah kontemporer.
Sebuah kalimat sarat makna dari
Ali ibn Abi Thalib bisa menjadi renungan kita bersama, Al-Haqq bi la nidzam yaghlibuhu
al-bathil bi al-nidzam, kebenaran yang tidak terorganisir akan dihancurkan
oleh kebatilan yang terorganisir. Maka menghadapi sisi negatif kehadiran media
bukan dengan melakukan tindakan yang jstru merugikan citra Islam, melainkan
harus dihadapi dengan media tandingan yang dikelola secara profesional.
Sebab Allah swt. juga tida
menginginkan umat Islam bertidak tidak adil dan membabi buta ketika mengalami
ketidakadilan. Allah menginginkan kita melakukan perlawanan dengan adil.
FirmanNya, “Oleh sebab itu, siapa saja yang menyerang kalian, seranglah dia,
seimbang dengan serangannya terhadap kalian.” (2:194). Maka lawanlah
pemberitaan negatif tentang Islam dengan pemberitaan positif.
*Dengan beberapa penyesuaian,
tulisan ini dimuat secara bersambung di Harian Amanah edisi 9-10 September 2015
Muhammad
Kasman |
twitter: @KasmanMcTutu | surel: kasmanku@gmail.com | weblog:
http://kasmanpost.blogspot.com | telp./sms/wa/line: 082293716538 | pin bbm:
321ced75
Posting Komentar