Jejak Pers H.O.S. Tjokroaminoto
Oleh: Hendra Sugiantoro
H.O.S
Tjokroaminoto adalah sosok besar. Tjokroaminoto telah berjuang menumbuhkan
kesadaran Nasional. Beberapa tokoh-tokoh negeri ini telah belajar darinya.
Tjokroaminoto merupakan sosok yang ditakdirkan sejarah menjadi “guru bangsa
tokoh pergerakan”.
Soekarno,
Presiden RI 1945-1966, pernah ngangsu kawruh pada Tjokroaminoto. Seni pidato
Tjokroaminoto dipelajari Soekarno, sehingga Soekarno pun beroleh kemampuan
serupa. Ada beberapa tokoh lain yang menjadi murid dari Tjokroaminoto. Rumah
Tjokroaminoto di Surabaya tercatat dalam sejarah menjadi tempat belajar politik
yang sekaligus menjadi rumah pergerakan. Ia juga membangkitkan jiwa rakyat
untuk bergerak meraih kemerdekaan. Kebesaran yang dimilikinya tetap menjadikan
Tjokroaminoto rendah hati. Ia tak sudi dikultuskan dan menolak penyebutan
dirinya sebagai Ratu Adil oleh ummat ketika itu.
Sosok
yang lahir di Bakur, Madiun, pada tahun 1882, ini tentu tak pantas dilupakan.
Tjokroaminotolah orang Indonesia pertama yang memperkenalkan paradigma
NASIONALISME dan tidak pernah mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan oleh
Belanda untuk Nusantara. Sebagai bangsa timur, Tjokroaminoto lebih bangga
menyebut Indonesia dengan Hindia Timur atau Hindia. Ia adalah penggagas pemerintahan
sendiri (zelfbestuur) untuk bangsa Indonesia (Iswara N Raditya, 2009). Memang
Tjokroaminoto tak sempat merasakan kemerdekaan negeri ini. Ia meninggal ketika
proklamasi kemerdekaan masih jauh perjalanan. Namun, perjuangannya akan selalu
tercatat dalam tinta emas dan selalu tertanam kuat oleh kader-kader ideologis
serta Perjuangannya senantiasa berkobar yang tak akan pernah padam.
Tjokroaminoto
tak hanya cakap dalam berorasi yang konon tanpa mikrofon pun bisa terdengar
keras (Takashi Shiraisi, 1997), tapi ia juga bersuara keras lewat pena. Tulisan
Tjokroaminoto bisa dibilang menjadi salah satu senjata perlawanan yang
digunakannya. Ketika wabah komunisme melanda dunia pergerakan, Tjokroaminoto
pernah menulis, “Wie goed Mohammedaan is, is van zelf socialist, en wij zijn
Mohammedanen, dus zijn wij socialisten.” Kata-kata Belanda itu artinya,
“Seorang muslim sejati dengan sendirinya menjadi sosialis, dan kita kaum
muslimin, jadi kita kaum sosialisten.” Dengan karya tulisnya berjudul Islam dan
Sosialisme yang ditulis pada tahun 1924 itu, Tjokroaminoto melawan siapa pun
yang mengagungkan paham komunisme.
Tjokroaminoto
boleh dibilang memiliki daya untuk menginspirasi siapa pun. Ide-idenya
terbilang luar biasa. Selain disampaikan lewat ceramah, surat kabar menjadi
lahan untuknya menyampaikan pemikiran. Dalam buku 100 Tokoh yang Mengubah
Indonesia, tertulis, “Gagasan patriotiknya bisa dilihat dalam berbagai ceramah
dan tulisan di media massa seperti Bintang Soerabaia, Oetoesan Hindia, dan
Fadjar Asia.” (Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia (Yogyakarta:
Narasi, cetakan 3 (Edisi Revisi), 2009), hlm.79).
Selama
ini Tjokroaminoto lebih dikenal dengan Oetoesan Hindia-nya. Dari catatan,
Bintang Soerabaia terbit sekitar akhir tahun 1800-an dengan menggunakan bahasa
Melayu. Adapun Oetoesan Hindia, surat kabar ini bisa dikatakan juga menjadi
lahan menulis aktivis-aktivis Sjarikat Islam. Bahkan, Tjokroaminoto sendiri
yang memimpin surat kabar yang terbit pertama kali pada Desember 1912 itu.
Awalnya penerbitan Oetoesan Hindia disokong badan usaha bernama Setija Oesaha
yang didirikan Hasan Ali Soerati, pedagang Arab. Tjokroaminoto bisa mengendalikan
total Oetoesan Hindia ketika membeli saham Setija Oesaha secara penuh pada
1913. Pada tahun 1913 ini, Tjokroaminoto ternyata tak hanya mengelola Oetoesan
Hindia. Pada tahun itu, Tjokroaminoto bersama tokoh lainnya menerbitkan Fadjar
Asia.
Lewat
surat-surat kabar itu, Tjokroaminoto cukup piawai mengelola penerbitan pers.
Oetoesan Hindia, misalnya, diterbitkan lima kali dalam sepekan yang memuat
berita, opini, dan iklan. Oetoesan Hindia libur setiap Jum’at dan Sabtu. Berita
yang dipublikasikan di Oetoesan Hindia tak hanya dari dalam negeri, tapi juga
berita internasional. Karena surat kabar ini dipimpin oleh Tjokroaminoto yang
juga sebagai pimpinan Sjarikat Islam, isi di dalamnya pastinya menyuarakan
aspirasi dan kepentingan Sjarikat Islam. Lewat Oetoesan Hindia, aktivis
Sjarikat Islam memiliki ruang menumpahkan gagasan dan pemikirannya, seperti
menentang kapitalisme atau menyoal masalah-masalah yang terjadi di dalam
negeri.
Lewat
Oetoesan Hindia, ide, pemikiran, dan sepak terjang Tjokroaminoto terpapar. Ketika
akan menduduki posisi dalam Volksraad, misalnya, Tjokroaminoto menggunakan
Oetoesan Hindia untuk sosialiasi ke publik pada terbitan 6 Maret 1918.
Kesepakatan cabang Sjarikat Islam mendudukkan Tjokroaminoto dalam Volksraad
diumumkan dalam Oetoesan Hindia terbitan 20 Maret 1918.
Dari
sedikit gambaran di atas, Tjokroaminoto dapat dilihat memiliki kesadaran betapa
pentingnya pers. Ia mengelola Oetoesan Hindia tidak hanya untuk menyampaikan
gagasan dan menyebarkan berita, tapi juga sebagai sarana propaganda
menggentarkan kolonial. Lewat Oetoesan Hindia, geliat Sjarikat Islam dapat
terbaca secara luas. Surat kabar yang dipimpin Tjokroaminoto ini tentu tak
sekadar mempublikasikan tulisan dan berita-berita terkait Tjokroaminoto.
Aktivis Sjarikat Islam lainnya juga menulis di Oetoesan Hindia, seperti Agus
Salim, Abdoel Moeis, Suryopranoto, Tirtodanudjo, dan lain-lain. Begitu juga
Bung Karno yang pernah mendiami rumah Tjokroaminoto mengaku telah menulis di
Oetoesan Hindia tak kurang dari 500 artikel dengan nama samaran Bima. Rhoma Dwi
Aria Yuliantri (2009) menuturkan bahwa surat kabar Neratja yang dipimpin Agus
Salim juga memberikan ruang untuk pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto.
Jejak
pers Tjokroaminoto boleh dibilang panjang. Sekitar dua tahun sebelum meninggalnya,
Tjokroaminoto masih berikhtiar menerbitkan Bandera Islam pada 1932 bersama
beberapa tokoh. Tjokroaminoto meninggal dunia pada tahun 1934. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro | Pegiat Pena
Profetik Yogyakarta
+ komentar + 1 komentar
mau beli surat kabar outusan hindia bisa gaa ?
Posting Komentar