Reorientasi
Pendidikan di Lingkungan Majelis Pendidikan Syarikat Islam (MPSI)
Oleh
: Iwang Wahyu
Dengan
memperhatikan firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 153 berikut:
“Dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa.”
Dalam
hal ini Allah SWT memerintahkan untuk konsisten pada jalur hak, jangan pernah
tergoda atau ikut arus perkembangan zaman yang jelas-jelas semakin jauh dari
jalan Allah, termasuk di dalam mengelola pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan
Syarikat Islam Indonesia (SI-Indonesia) memiliki karakter tersendiri
sehingga dimana ada sekolah/madrasah SI-Indonesia, di sana ada mesjid jami.
Artinya pembinaan terhadap anak-anak di sekolah/madrasah harus berjalan seiring
dengan pembinaan terhadap orang tuanya di mesjid.
H.O.S.
Tjokroaminoto dalam Buku Tafsir Program azas dan Tandhim menempatkan
ilmu pada sandaran gerak perlawanan. Beliau menyatakan: “Islam menjadi
obor ilmu bagi segenap peri-kemanusiaan. Setelah Rasulullah saw membangun
daulah di Madinah, maka Madinah menjadi pusat ilmu dan beliau sebagai sumber
ilmu yang di datangi orang-orang dari berbagai negara untuk belajar kepadanya.” Madrasatul
ula yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw ini kemudian menjadi pendorong
berdirinya Universitas-universitas di Kairo, Bagdad dan Cordova.
Bersandar
pada keyakinan tersebut, maka arah daya upaya Tandhim dalam hal pendidikan,
Tjokroaminoto menyatakan:
1.
Partai SI Indonesia dengan sekuat-kuat
tenaganya mendirikan sekolah-sekolah sendiri yang cukup luas pengajarannya
dalam ilmu duniawi dan ilmu agama, dengan mementingkan perasaan kebangsaan,
terlebih lagi mencinta negeri tumpah darah, dan mengadakan rupa-rupa organisasi
untuk memberi pendidikan berdasar Islam kepada anak-anak dan pemuda-pemuda,
baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
2.
Partai SI Indonesia melawan segala adat
dan cara pendidikan yang sifat dan nafsunya merendahkan derajat kemanusiaan.
Dari
keterangan diatas dapat dikatakan pendidikan yang dilakukan di lingkungan
Majelis Pendidikan Syarikat Islam memiliki karakter sebagai berikut:
1.
Mengutamakan pendidikan agama
2.
Memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3.
Membiasakan berakhlakul karimah
4.
Membentuk kader-kader yang kafabel dan
potensial
5.
Menanamkan jiwa kebangsaan
6.
Untuk
tujuan tersebut Tjokroaminoto menulis Moeslim Nationaal Onderwijs,
bisa disebutkan sebagai standar mutu pendidikan di lingkungan MPSI. Di dalam
tulisan tersebut ditetapkan standar isi bagi tiap-tiap jenjang pendidikan, sehingga
penyusunan kurikulum satuan pendidikan seyogyanya sejalan dengan standar
tersebut.
Standar
isi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
A. Tingkat
Dasar
1. Hafal
surat-surat pendek dan ayat-ayat pilihan dengan maknanya.
2. Mengerti
bahasa arab.
3. Hafal
do’a-do’a.
4. Praktik
ibadah sesuai sunnah Rasul
5. Ilmu
pengetahuan dan teknologi Dasar
B. Tingkat
Menengah
1. Fasih
berbahasa Arab.
2. Memahami
bahasa asing lainnya.
3. Memiliki
aqidah yang kuat.
4. Menghapal
Al-qur’an dan beberapa Hadits
5. Mengenal
dan memahami Sejarah Islam dan sejarah umum.
6. Ilmu
pengetahuan dan teknologi lanjutan.
7. Praktik
ibadah sesuai sunnah Rasul.
8. Mampu
membuat karya tulis.
9. Taat
kepada Diinullah.
C. Tingkat
Universitas
1. Beraqidah
kokoh, taat beribadah, berakhlakul karimah.
2. Menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Mampu
memahami tafsir Quran.
4. Menguasai
hadits dan ulumul hadits.
5. Menguasai
ilmu fiqih.
6. Menguasai
beberapa bahasa asing.
7. Memahami
zaman
Oleh
karena itu sudah menjadi kewajiban bagi penyelenggara pendidikan untuk memahami
Pedoman Umum tersebut agar tidak terjebak pada sistem pendidikan berorientasi
materi. Bukankah sekarang kita saksikan banyak lembaga pendidikan berorientasi
menghasilkan lulusan “mesin pencetak uang?” bukankah
masyarakat sekarang menyekolahkan anaknya untuk memiliki generasi penghasil
uang? Ironis memang kalau hal itu dilakukan dilingkungan Syarikat Islam
Indonesia atau PSII. Namun hal tersebut tidak mustahil terjadi jika tidak
mengenal “Moeslim Nationaal Onderwijs”.
Ketidakpahaman
akan asas dan tujuan pendidikan Syarikat Islam Indonesia (PSII)
menjadikan kegiatan belajar dan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan
kehilangan arah. Kurikulum nasionalis ditelan mentah-mentah tanpa pertimbangan
out put yang dihasilkan.
Ismail
Raji al Faruqi dalam bukunya “Islamisasi Pengetahuan” mengatakan:
“Pendidikan
yang berjalan pada dunia Islam masa sekarang ini adalah merupakan
jiplakan-jiplakan dari pada sitem barat yang sebenarnya tidak dapat dijiplak
melainkan insidental-insidentalnya saja, sehingga sudah sedemikian lamanya kaum
muslimin melaksanakan sistem tersebut tidak menghasilkan apa-apa yang sebanding
dengan barat, yang di dapat hanyalah semakin merosotnya mutu pendidikan pada
dunia Islam”.
Sepertinya
kita patut merenungkan kembali sampai sejauh mana keterwujudan cita-cita
pendidikan Syarikat Islam Indonesia pada lembaga-lembaga yang didirikan dan
dikelola oleh MPSI maupun oleh Yayasan Cokroaminoto.
H.O.S.
Tjokroaminoto menghendaki bahwa selain memberikan pendidikan kepandaian akal
juga harus ditanamkan kepada peserta didik :
1. Benih
kemerdekaan dan benih demokrasi
2. Benih
keberanian yang luhur, keikhlasan, kesetiaan, dan kecintaan kepada kebenaran
(haq)
3. Benih
akhlakul karimah
4. Benih
kesalihan
Dengan
demikian output dari lembaga-lembaga pendidkan Syarikat Islam Indonesia atau
PSII adalah generasi yang merdeka dan mampu berdiri sendiri.
Andaikan
sekolah-sekolah di lingkungan MPSI atau Yayasan Cokroaminoto memiliki semangat
yang sama mengembalikan orientasi pendidikan pada azas yang sudah dicanangkan
tokoh-tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia, tentu krisis kader yang selama ini
dialami disetiap tingkatan organisasi akan segera terjawab.
Iwang Wahyu | Ketua PC Syarikat Islam Indonesia Kab. Sukabumi
| Pendidik di Madrasah Aliyah (MA) Syarikat Islam 1 Parakansalak – Sukabumi
Posting Komentar