[17.12.2015]
Sekarang memang bulan desember, bulan dimana kaum Kristiani akan merayakan
Natal atas kelahiran Yesus Kristus yang mereka anggap al-masih, juru selamat.
Tapi sebagai umat Islam, sepatutnya kita tak larut dengan suasana ini.
Ingat,
sekarangpun bulan rabiul awwal, bulan dimana nabi kita yang mulia, Muhammad saw
dilahirkan ke dunia. Sejarahwan menyebut hari senin, 12 Rabiulawal 570 M adalah
hari kelahiran nabi. Tahun 570 M juga dikenal sebagai Tahun Gajah, sebab di
tahun itu, Abrahah menyerbu Makkah dengan pasukan bergajah.
Sebagai
ungkapan rasa syukur pada Allah atas kelahirannya, kakeknya 'Abd al-Muthalib
menyembeli seekor domba pada hari ketujuh kelahirannya, lalu memberinya sebuah
nama yang sebenarnya jarang digunakan oleh orang Arab. Ketika ditanyakan
padanya soal itu, dengan enteng 'Abd al-Muthalib menjawab, "Saya berharap
ia terpuji di surga maupun di bumi."
Seperti
kata Hasan bin Tsabit, "Sementara Allah adalah Mahmud (terpuji), NabiNya
adalah Muhammad (patut dipuji). Kedua kata ini diambil dari akar kata yang sama
dan mengandung makna yang sama pula." Tapi sayang, umat sepertinya lalai
untuk senantiasa memuji namanya.
Kita
sebagai umat yang mayoritas, bukannya sibuk menyambut bulan kelahiran penghulu
para nabi, kita malah riuh memperdebatkan boleh dan tidaknya mengucapkan
selamat hari natal, bisa dan tidaknya kita mengenakan atribut-atribut beraroma
natal. Sebuah perdebatan yang selalu berulang dari tahun ke tahun.
Selayaknya,
kita menyibukkan diri dengan menunjukkan kecintaan kepada Muhammad saw. dengan
sebenar-benarnya cinta. Sebab seperti penegasan sebuah hadits, "Tidaklah
beriman salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintaiku melebihi
daripada cintanya kepada orangtua, anak, bahkan manusia seluruhnya" (H.R.
Bukhari).
Kecintaan
kepada Muhammad saw., bukanlah kecintaan hampa, dia sebentuk cinta yang hakiki.
Cinta yang lahir dari keyakinan bahwa hanya Muhammad-lah jalan kebaikan dan
pemberi petunjuk. Seperti kata al-Quran, "Dan ikutilah dia (Rasulullah)
agar kalian mendapatkan petunjuk" (Q.S. 7 : 158). Lagi, "Dan apabila
kalian mengikutinya (Muhammad), maka kalian akan mendapatkan petunjuk"
(Q.S. 24 : 54).
Selain
itu, Allah juga menegaskan bahwa mencintai Muhammad saw. adalah juga jaminan
cinta dan ampunan dari-Nya. "Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu'.
Allah Maha Pengampun (lagi) Maha Penyayang" (Q.S. 3 : 31).
Mencintai
Muhammad saw. sama dengan merengkuh kehidupan yang hakiki, dan mereka yang
hidupnya hampa dari cinta pada rasulullah, sesungguhnya berada dalam kematian.
Al-Quran mengatakan, "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan
Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan
(kepadamu)" (Q.S. 8 : 24)
Maka
tidaklah salah, Khubaib bin Abdillah Al-Ashary ketika ditawan oleh kaum
musyrikin, saat hendak dibunuh, Khubaib ditanya, "Bagaimana menurutmu,
apabila engkau bebas dan berada di antara harta dan keluargamu, dan Rasulullah
berada pada posisimu saat ini?" Maka Khubaib pun berkata, "Lebih baik
saya mati, daripada harus melihat Rasulullah tertusuk walau hanya sebuah
duri."
Cinta
kepada Rasulullah saw., seharusnya melebihi cinta kita kepada orang tua, anak,
suami/istri, pada seluruh manusia, bahkan melebihi kecintaan pada diri sendiri,
sebagaimana yang dicontohkan Khubaib. Lalu bagaimana dengan kita yang juga
mengaku ummatnya? Mari menegaskan bahwa ini bulannya Muhammad! Kita tunjukkan
taat dan buktikan cinta, dengan senantiasa memuji dan mengagungkan namanya.
Posting Komentar