[14.03.2017] Rapat pertama dalam
Kongres Pemuda Kedua, sehari sebelum dicetuskannya Sumpah Pemuda. Hari itu, Sabtu,
27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng.
Di hadapan perwakilan organisasi pemuda dari seluruh nusantara yang berkumpul
dalam rangka memperkuat semangat persatuan dan kesatuan dalam diri setiap
pemuda Indonesia, Moehammad Jamin memaparkan tentang arti dan hubungan persatuan
dengan pemuda.
Dengan semangat yang bergelora, di
depan utusan Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen
Bond, Jong Islamieten Bond, dan lain – lain yang hadir, Jamin memaparkan
tentang lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia. Menurutnya, kelima
faktor tersebut adalah sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Keesokan harinya, di penghujung Rapat
Kedua yang digelar Minggu, 28 Oktober 1928 pemuda-pemuda kita bersepakat bahwa,
“Kejakinan persatoean Indonesia
diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatoeannja: kemaoean, sejarah, bahasa,
hoekoem-adat, serta pendidikan dan kepandoean.” Seluruh elemen pemuda yang
hadir di Gedung Oost-Java Bioscoop, dengan lantang mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Tulisan ini tak berpretensi untuk
mengulas kelima faktor tersebut, namun hendak mengajak kita semua, terutama
para pemuda untuk berefleksi, betapa persatuan menjadi kunci bagi gerakan
nasional kebangsaan kita di masa-masa ketika republik ini masih dalam
angan-angan. Mereka, para pemuda itu menyadari bahwa persatuanlah yang bisa
mengatasi perbedaan sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan yang
berbeda pula.
Peleburan tekad yang dilakukan para
pemuda menjadi pembuktian bahwa syarat utama lahirnya sebuah gerakan sosial
yang kuat adalah bila para agen perubahan dan penggeraknya bersatu dalam visi pembaharuan
yang disepakati bersama. Tanpa persatuan di antara pemuda pelopor, maka yang
lahir bukanlah kemajuan dan kehidupan sosial yang lebih bermartabat, melainkan
tikai dan silang sengketa sesama anak negeri.
Sejarah mengabarkan bahwa komitmen
bersatu para pemuda kembali menemukan momentum pada revolusi 1945. Pemuda
bergerak, mendesak Soekarno-Hatta untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan,
lalu mereka menjaminkan hidupnya bagi keutuhan negeri di bawah naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sekali lagi persatuan mengajarkan bagi pemuda
untuk mengenyampingkan beragam perbedaan yang melingkupi mereka demi
keselamatan negara.
Pun di tahun 1965, ketika sekelompok
orang berusaha merongrong wibawa negara dan mengoyak ideologi berbangsa:
Pancasila. Secara progresif, kaum muda menyatukan diri, menghimpun kekuatan,
dan menautkan diri satu sama lain dalam kesatuan-kesatuan aksi. Yang mahasiswa
melebur dalam KAMI, yang masih pelajar bersatu dalam KAPI, yang sudah pemuda
bergabung dalam KAPPI, yang sarjana memunculkan KASI, yang guru membentuk KAGI,
bahkan yang wanita membentuk KAWI.
Begitupun fase pergerakan dan
perjuangan kamu muda lainnya, spirit kunci yang membuat gerakan begitu
progresif dan kuat adalah persatuan, tak ada yang lain. Sejarah juga
mengajarkan bahwa gerakan kaum muda akan melempem dan tak bisa berbuat apa-apa
bila mereka jalan sendiri-sendiri, tak ada kesadaran untuk menghimpun diri,
serta tak ada kesatuan yang terbentuk.
Maka, dilandasi oleh kesadaran ini
pulalah, maka pada 23 Juli 1973, seluruh elemen pemuda mencetuskan Deklarasi
Pemuda Indonesia yang menjadi tonggak lahirnya Komite Nasional Pemuda Indonesia
(KNPI) sebagai wadah berhimpun, menyimpul potensi, menyatukan langkah sebagai
wujud tanggung jawab pemuda Indonesia untuk senantiasa memupuk keyakinan sebagai
suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 (UUD 1945).
Deklarasi Pemuda menegaskan bahwa
pemuda Indonesia tetap mewarisi pesan suci Sumpah Pemuda yang mengukuhkan
urgnsi keberhimpunan. Deklarasi ini juga bermakna bahwa pemuda Indonesia hari
ini tepat berpegang teguh pada komitmen satu bangsa, satu tanah air, satu
bahasa. Yang menjadi langkah maju adalah, deklarasi ini menjadi penanda bahwa
kemerdekaan yang telah direbut, akan diisi dengan kegiatan yang positif dengan
penuh inovasi dan kreativitas.
Pilihan DPD KNPI Provinsi Sulawesi
Selatan di bawah kepemimpinan Saudara Yasir Mahmud, untuk mengangkat #KitaSatuKitaKuat menjadi tema
pelantikannya pada 26 Maret 2017 adalah sikap yang tepat, di tengah kian
beratnya tantangan bangsa ke depan. Harapannya, #KitaSatuKitaKuat bisa menjadi
perekat jiwa dan penyimpul hati pemuda di Sulsel agar bersatu padu menatap masa
depan dan bergiat dalam mendorong pembaharuan dengan lebih kokoh, kuat, dan
terpercaya. Semoga.
~Muhammad
Kasman
Posting Komentar